Rumah adat Minahasa Tahun 1929

Protestante Kerk Tondano 1932

Tondano Tempoe Doeloe

Ritual

Aktifitas di Pasar Tondano sekitar tahun 1893

4/18/16

Merumuskan Sosiologi Gender Minahasa

Merumuskan Sosiologi Gender Minahasa
Oleh: Riane Elean

Image result for GENDER
Perbedaan konsep sosiologi gender memang masih sering menimbulkan debat sampai kini. Paling tidak, berbagai teori feminis kontemporer yang pernah dirumuskan dapat dikelompokkan dalam empat kategori cara pandang:

1. Perbedaan Gender
feminisme Kultural: Memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan, yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Penganut teori menentang argumen esensialis tentang perbedaan gender yang tidak dapat diutak-atik, yang mula-mula digunakan untuk melawan perempuan dalam diskursus patriarkal, bahwa perempuan lebih rendah dari laki-laki. Penganut teori ini justru memuji aspek positif hal yang dipandang sebagai karakter perempuan seperti kerja sama, belas kasih, pasifime, dan tanpa kekerasan menyelesaikan konflik.

Peran Institusional: teori ini mengemukakan bahwa perbedaan gender berasal dari perbedaan peran yang dimainkan laki-laki dan perempuan dalam berbagai latar institusional. Yang paling menentukan perbedaan ini diyakini sebagai pembagian kerja secara seksual yang mengaitkan perempuan pada fungsi sebagai istri, ibu, dan pekerja rumah tangga (pada wilayah privat dan keluarga), sehingga perempuan memiliki perbedaan peristiwa dan pengalaman dengan laki-laki.

Analisis Eksistensial dan Fenomenologis: memusatkan perhatian pada teori perempuan sebagai "yang lain" dalam kebudayaan yang diciptakan laki-laki. Dunia dianggap telah berkembang dari kebudayaan yang diciptakan laki-laki dengan mengasumsikan bahwa laki-laki adalah subjek.


2. Ketimpangan Gender
Feminisme Liberal: perempuan dapat menklaim kesetaraan dengan laki-laki berdasarkan kemampuan hakiki manusia untuk menjadi agen moral yang menggunakan akalnya, bahwa ketimpangan gender adalah akibat dari pola pembagian kereja yang seksis dan patriarkal, dan bahwa kesetaraan gender dapat dihasilkan dengan mentransformasikan pembagian kerja melalui pemolaan ulang institusi-institusi kunci: hukum, kerja, keluarga, pendidikan dan media

3. Penindasan Gender
Feminisme Psikoanalitis: melihat patriarki sebagai sistem yang sengaja diciptakan dan dipertahankan oleh laki-laki dalam tindakannya sehari-hari untuk menundukkan perempuan.

Feminisme Radikal: menganggap bahwa peremuan memiliki nilai mutlak positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan. Bahwa perempuan di mana pun berada senantiasa tertindas secara kejam oleh sistem patriarki.

4. Penindasan Struktural
Feminisme Sosialis: analisis utama mereka bukanlah ketimpangan sosial, melainkan jalinan erat dari begitu banyak ketimpangan sosial. Mereka mengembangkan potret organisasi sosial tempat di mana struktur publik ekonomi, politik, dan ideologi berinteraksi dengan proses privat reproduksi, domestisitas, seksualitas, dan subjektivitas manusia untuk melestarikan beragam sistem dominasi.

Teori interseksionalitas: teori ini diawali dari pemahaman bahwa perempuan mengalami pendindasan dalam berbagai konfigurasi dan dalam berbagai tingkat intensitas. Kendati semua perempuan secara potensial mengalami penindasan berdasarkan gender, perempuan pun secara berbeda-beda tertindas oleh beragam interseksi tatanan ketimpangan sosial (vektor penindasan dan hak istimewa), yang tidak hanya termasuk gender namun juga kelas, ras, lokasi tertentu di belahan bumi, preferensi seksual dan usia.

Yang jadi pertanyaan sekarang adalah pengetahuan atau definisi siapa yang benar dan harus diaplikasi? Barangkali solusi untuk ini adalah mencari, merumuskan dan menyajikan sintesis gagasan atau mencari teori integratif dari beragam teori feminis yang ada.

Berdasarkan kategorisasi di atas dapat disimpulkan beberapa hal terkait sosiologi pengetahuan perempuan:

1. ia selalu diciptakan dari sudut pandang aktor yang ada di dalam kelompok yang memiliki kedudukan berbeda di dalam struktur sosial;
2. ia selalu parsial dan sarat kepentingan, tidak pernah menyeluruh dan objektif
3. ia dihasilkan di dalam dan di berbagai kelompok, dan pada batas-batas tertentu, antar aktor di dalam kelompok
4. ia selalu dipengaruhi oleh relasi kekuasaan: apakah dirumuskan dari sudut pandang yang mendominasi maupun subordinasi.

Dengan demikian, untuk merumuskan sosiologi dari sudut pandang perempuan, laki-laki atau gender- gender lainnya maka langkah pertama yang wajib dituntaskan adalah membahas apa yang dimaksud dengan "sudut pandang" perempuan, laki-laki atau gender lainnya itu sendiri. Karena sudut pandang adalah produk kolektivitas sosial yan memiliki sejarah memadai dan kesamaan situasi sehingga mampu membentuk suatu pengetahuan bersama tentang relasi sosial. Barangkali kita masih berada pada titik pencarian apa yang disebut dengan "teori integratif' tersebut. Barangkali apa yang bisa kita pelajari dari bahasan singkat ini bisa memberi kontribusi dalam proses penemuan itu. Dari catatan ini, ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan:

1. Hubungan penguasaan: terkait dengan aktivitas sosial kompleks yang terkait satu dengan yang lain, yang mengontrol produksi manusia.
2. Aktualitas lokal pengalaman hidup: terkait dengan tempat beberapa orang secara aktual (duduk, membaca, menulis, dsb)
3. Teks, yang dicirikan oleh anonimitas, generalitas, dan otoritas esensial: teks didesain untuk memolakan dan menerjemahkan kehidupan nyata, pengalaman spesifik, menjadi bentuk bahasa yang bisa diterima bagi hubungan penguasaan.

Tiga aspek di atas harus dipelajari sebagai tindakan, hubungan, dan kerja subjek manusia yang ada di dalamnya. Sinergi tiga poin itu akan sangat menentukan bagaimana interaksi antar elemen-elemen struktur dalam masyarakat itu berpadu.

Catatan untuk Minahasa:
Relasi sosial Tou (perempuan, laki-laki dan gender lainnya) di Minahasa bersifat khas dan tidak bisa digeneralisir. Identitas Minahasa turut dibentuk oleh pengalaman historis, Karakteristik budaya, tatanan geopolitik, termasuk tantangan dan peluang yang berlangsung dinamis. Sehingga konsep sosiologi gender Minahasa seharusnya merupakan rumusan yang ditarik dari karakteristik tersebut.

Ke arah mana citra sosiologi gender Minahasa akan di bawah sangat tergantung juga dari penguasa (sistem dominan), interpretasi dan aktualisasi subjektif terhadap berbagai hal, dan media propaganda.

Kesadaran kolektif orang Minahasa adalah bahwa kita (Tou Minahasa) adalah "esa ene" yang religius dan egaliter. Upaya aktualisasi kesadaran kolektif dalam sistem dominan, interpretasi subjektif dan propaganda adalah tanggung jawab bersama, sehingga "sosiologi gender" kita benar-benar Minahasa dan fungsional.



Bahan Bacaan:
Darwin, Muahdjir M. 2005. Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Wacana
Hubeis, Aida Vitayala S. 1996. "Dimensi Gender dan Demokratisasi" dalam Merebut Masa Depan. Jakarta: PT. Amanah Putra Nusantara
Ritzer,George & Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana
----------------------------------------------------. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media Group
Taulu, H. M. 1981. Sejarah dan Anthropologi Budaya Minahasa. Manado: Toko Buku Tunas Harapan
Sihab, Quraish. 1996. "Dimensi Gender, Konsep Keluarga dan Demokratisasi" dalam Merebut Masa Depan. Jakarta: PT. Amanah Putra Nusantara

Nikomokan

Nikomokan
Image result for MUSIC
Nikomokan sigumenanglah
Saaku lewo wianiko
Katerango niendo
Katerango nateku
Maesaan wokita dua royor
Nikomokan sigumenanglah
Tarendemku wianiko
Tea liu-liuren
Kalelepat ulenso
Pinantikan ngaranta dua royor
Genang-genangolah
Sitimarendem wianiko
Saaku lewo wianiko
Nikomokan sigumenanglah
Paloyanan paesaan
Weta sitimarendemannu

Oh Minahasa

Oh Minahasa
Image result for MUSIC
Oh Minahasa kina towanku
Selari mae unateku
Melek ung kawangunanu
Ngaranu kendis wia nusantara
Nuun cengkih pala wong kopra
Semateles malelowa
Dano toulour depowo numamu
Terbun lokon wo soputan
Mawes umbanhunu
O kina towanku Minahasa
Sawisa mendo endo leos
Paleosane matuari

Bangsa Minahasa: Hasil Sebuah Kehendak

BANGSA MINAHASA: HASIL SEBUAH KEHENDAK
Oleh: Riane Elean

Image result for watu Pinawetengan history

Bangsa: Beberapa definisi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “bangsa” diartikan sebagai kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Batasan ini tidak berbeda dengan batasan istilah secara sosiologis-antropologis yang mengartikan bangsa sebagai persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota persekutuan hidup tersebut terikat oleh satu kesatuan ras, bahasa, agama dan adat istiadat.
Secara politis kata “bangsa” selalu dikaitkan dengan masyarakat, territorial dan kuasa. Hal tersebut terlihat dari definisi bahwa bangsa adalah suatu masyarakat yang berada dalam suatu daerah/ wilayah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai kekuasaan yang tertinggi ke luar dan ke dalam.
Beberapa pakar kenegaraan juga telah memberikan definisi “bangsa” dengan beragam penekanan. Jalobsen dan Lipman misalnya mendefinisikan bangsa sebagai suatu kesatuan budaya dan politik. Berbeda dengan Otto Bauer yang menekankan kesamaan aspek sejarah dalam definisinya. Menurut Bauer, bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai kesamaan karakteristik (nasib). Definisinya senada dengan Hans Kohn yang mengartikan bangsa adalah buah hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah.
Penekanan agar berbeda diberikan F. Ratzel dalam pembatasannya terhadap bangsa. Menurut dia, bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu, hasrat itu timbul karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan tempat tinggal (geopolitik). Definisi ini memberi penekanan pada drive (dorongan) yang memotivasi persatuan itu. Hasrat serupa ditemukan juga dalam definisi Rudolf Kjellen. Ia membuat suatu analogi dengan membandingkan bangsa dengan suatu organisme biotis dan menyamakan jiwa bangsa dengan nafsu hidup dari organisme termaksud. Suatu bangsa mempunyai dorongan kehendak untuk hidup, mempertahankan dirinya dan kehendak untuk berkuasa. Suatu bangsa dianggap ada apabila mulai sadar sebagai suatu bangsa jika para warganya bersumpah pada dirinya, seperti telah dilakukan oleh bangsa Swiss waktu mendirikan persekutuannya : wir wollen sein ein einzig vok von brudern (“kita ingin menjadi satu rakyat yang saudara satu sama lainnya”). Bagi Kjellen, dibalik suatu bangsa terdapat suatu kebangsaan. Dengan demikian bangsa bukan merupakan sebab, tetapi akibat dari kebangsaan, teori ini disebut dengan teori Lebenssehnsucht (nafsu hidup bangsa).
Seperti halnya Ratzel dan Kjellen pembahasan mengenai pengertian bangsa sebagai wujud motivasi juga diwacanakan oleh Ernest Renan (1882). Konsep kebangsaan Renan terungkap melalui kalimat yang terkenal dalam bukunya “Qu'est-ce qu'une nation?. Renan menulis: "avoir fait de grandes choses ensemble, vouloir en faire encore" yang berarti “telah melakukan hal-hal besar bersama dan ingin berbuat lebih banyak lagi”. Bagi Renan, yang dimaksud dengan bangsa adalah jiwa, suatu asas kerohanian yang timbul dari kemuliaan bersama di waktu lampau, yang merupakan aspek historis dan keinginan untuk hidup bersama (le desir de vivre ensemble) diwaktu sekarang yang merupakan aspek solidaritas. Bagi Renan, dasar dari suatu paham kebangsaan, yang menjadi bekal bagi berdirinya suatu bangsa ialah suatu kejayaan bersama di masa lampau dengan dimilikinya orang-orang besar dan diperolehnya kemenangan-kemenangan, sebab penderitaan itu menimbulkan kewajiban-kewajiban, yang selanjutnya mendorong ke arah adanya usaha bersama. Lebih lanjut Ernest Renan mengatakan bahwa hal penting merupakan syarat mutlak adanya bangsa adalah plebisit, yaitu suatu hal yang memerlukan persetujuan bersama pada waktu sekarang, yang mengandung hasrat untuk mau hidup bersama dengan kesediaan memberikan pengorbanan-pengorbanan. Bila warga bangsa bersedia memberikan pengorbanan bagi eksistensi bangsanya, maka bangsa tersebut tetap bersatu dalam kelangsungan hidupnya. Renan menekankan bahwa etniksitis tidak diperlukan untuk kebangkitan nasionalisme, jadi nasionalisme bisa jadi dalam suatu komunitas yang multi etnis, persatuan agama juga tidak diperlukan untuk kebangkitan nasionalisme. Persatuan bahasa mempermudah perkembangan nasionalisme tetapi tidak mutlak diperlukan untuk kebangkitan nasionalisme. Hal yang utama dari terbentuknya sebuah bangsa adalah adanya kemauan dan tekad bersama.
Titik pangkal dari teori Ernest Renan adalah pada kesadaran moral. Teori ini dapat digolongkan pada teori kehendak. Teori kehendak berbeda dengan teori kebudayaan yang menyatakan bahwa bangsa merupakan perwujudan persamaan kebudayaan: persamaan bahasa, agama, dan keturunan dan teori kenegaraan yang menyatakan bahwa bangsa dan ras kebangsaan timbul karena persamaan Negara. Dalam teori Ernest Renan, jiwa, rasa, dan kehendak merupakan suatu faktor subjektif, tidak dapat diukur dengan faktor-faktor objektif yang muncul dalam teori kebudayaan dan kenegaraan. Karena merupakan plebisit yang diulangi terus-menerus, maka bangsa dan rasa kebangsaan tidak dapat dibatasi secara teritorial. Daerah suatu bangsa bersifat statis, sedangkan jiwa, rasa dan kehendak dapat berubah-ubah secara dinamis, sesuai dengan jalannya sejarah bangsa itu sendiri.


Bangsa Minahasa: Hasil Sebuah Kehendak
Keturunan Toar dan Lumimuut (leluhur bangsa Minahasa) makin bertambah banyak yang di kemudian hari membentuk kelompok turunan berdasarkan fungsi. Makarua siyow (berfungsi melaksanakan tugas pemerintahan), makatelu pitu (berfungsi melaksanakan tugas keagamaan), pasiyowan telu (berfungsi melaksanakan tugas bertani, bekerja, dan menjadi waraney (prajurit). Kelompok yang semula terbentuk karena perbedaan fungsi lama-kelamaan bergeser menjadi stratifikasi. Kelompok makaruah-siow maupun makatelu pitu lama-kelamaan menganggap diri sebagai kelompok tertinggi dan menganggap bahwa kelompok pasiyowan telu adalah budak yang dapat diperlakukan sesuka hati.
Akumulasi perasaan tertekan kelompok pasiyowan telu mendorong terjadinya pemberontakan demi menuntut kesamaan hak-hak kesetaraan dengan dasar masuat peleng (semua sama). Kaum yang semula menjadi panutan kehilangan wibawa sama sekali. Tidak ada lagi pemimpin yang menasehati atau sesepuh yang dapat menyampaikan dasar-dasar istiadat murni yang diturunkan leluhur. Akhirnya anak-cucu para pendahulu itu menyadari keadaan itu dan ingin menyelesaikan sengketa. Mereka sepakat memilih orang-orang yang dianggap bijaksana, tahu dan taat aturan, dan masih dihormati, untuk memimpin sebuah erur (musyawarah), disaksikan Tonaas Kopero (pencegah keputusan salah) dan dihadiri seluruh kelompok yang bertikai. Pertemuan akbar ini dilaksanakan pada suatu tempat di bawah pegunungan Tonderukan, yang kemudian bernama Pinawetengan. Selain untuk menyelesaikan persoalan di atas, musyawarah ini juga untuk menyelesaikan konflik yang muncul akibat adanya perebutan tanah awohan (tanah pencaharian dan perburuan) antar kelompok.
Dalam musyawarah tersebut akhirnya disepakati kesamaan derajat semua kelompok yang nampak dalam seruan tonaas kopero: “Esa kita waya! Esa kita peleng! Tou Mahasa kita! Tou maesa waya! Maleosan! Kita peleng, masuat! Mapute waya! Rei’ siapa si paruku’an! Rei’ wana si pakuruan! Rei’ wana natas! Rei’ siapa wana mbawa’!” (Satu kita semua! Satu kita seluruh! Orang Minahasa kita! Bersatu itu baik! Saling berbaikan! Sama seluruh! Sama semua! Tiada orang yang disembah! tiada orang yang ditunduki! Tiada orang yang disanjung! Tiada yang berada di bawah!). Dalam musyawarah ini ditetapkan juga pembagian agama, bahasa dan tanah awohan. Semua kesepakatan dalam musyawarah digoreskan pada sebuah batu agar selalu diingat. Batu ini kemudian disebut watu pinawetengan (batu pembagian) atau watu tumotowa wangko (batu besar penjuru negeri).
Proses “menjadi” bangsa Minahasa seperti yang diceritakan di atas secara garis besar nampak dalam poin-poin di bawah ini:

  • ·         Keturunan Toar-Lumimuut makin berkembang
  • ·         Pihak mendominasi vs terdominasi
  • ·         Perlawanan terbuka
  • ·         Kerugian (material dan immaterial)
  • ·         Kebutuhan akan perdamaian, persatuan, kerjasama
  • ·         Rekonsiliasi
  • ·         Konsensus
  • ·         Bangsa Minahasa yang egaliter dan solid
  • ·         Bangsa Minahasa kontemporer= plebisit yang berulang
  • ·         ???
Kisah yang menceritakan proses kebangsaan Minahasa mengungkap apa, siapa, kapan dan bagaimana bangsa Minahasa, sekaligus menjawab pertanyaan mengapa Minahasa berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Adanya ketidakpuasan dan hasrat memenuhi kebutuhan menjadi alasan munculnya pihak-pihak yang mendominasi-terdominasi, perlawanan terbuka sampai kerugian material maupun spiritual. Pengalaman historis ini menjadi pelajaran bagi generasi Toar-Lumimuut selanjutnya tentang perlunya perdamaian, kerjasama dan persatuan secara egaliter sebagai kebutuhan primer yang tidak dapat tidak. Rekonsiliasi dalam sebuah erur menghasilkan konsensus bahwa “kita adalah sama, kita adalah satu, kita adalah Minahasa”. Solidaritas yang egaliter dalam Minahasa akhirnya menjadi sebuah jawaban atas kebutuhan akan persamaan, persatuan dan kerjasama itu. Kontinuitas Minahasa sebagai sebuah bangsa dapat bertahan mengindikasikan bahwa hasrat untuk hidup bersama dalam kerjasama secara egaliter masih menjadi kebutuhan sampai kini. Sehingga pertanyaan sampai kapan Minahasa dapat bertahan sebagai sebuah bangsa akan sangat tergantung apakah itu masih menjawab kebutuhan dan apakah masih ada hasrat menjawab kebutuhan itu. Dan semua itu masih ???

Tomohon, 18 Juli 2010

Wewene Minahasa

1/8/11

Robohnya Surau Kami


Novel ini berisi refleksi dan kritik sosial yang mendalam secara intrinsik di dalam ceritanya yang berlaku universal. Mengungkap persoalan hendaknya jangan kita menjadi orang yang nihilis, sekedar ibadah tanpa mengetahui makna ibadah sesungguhnya.

"Robohnya Surau Kami" bercerita tentang tokoh Aku (anak/cucu dari seseorang) yang menemukan Kakek, seorang garin di sebuah surau yang sedih hanya karena cerita Ajo Sidi tentang Haji Saleh. Saleh itu haji, tapi masuk neraka. Kenapa? Tuhan menjawab:

"Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau tak masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak-istrimu sendiri sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis" 

Download ebooknya di sini

10/24/10

America's "War on Terrorism"


Buku ini berisi paparan data dan analisis seputar topik perang dan teorisme dari sudut pandang yang menarik, antara lain tentang latar ekonomi yang mendorong perang terhadap terorisme, berbagai propaganda perang yang sengaja dihembuskan ke tengah masyarakat, doktrin perang Amerika, sistem peringatan teror dan segala implikasinya, dan beberapa bahasan lainnya.

Dalam bukunya penulis mengakui bahwa menyusun buku ini bukanlah pekerjaan mudah, karena berhadapan dengan isu-isu yang sangat sensitif.

Download di sini untuk mengoleksi ebooknya.

10/20/10

Koloni Pengucilan Boven Digoel


Di tengah kesunyian Boven Digoel yang dilingkupi hutan belantara yang terbilang liar, para digoelis justru memperoleh pembelajaran berharga tentang betapa pentingnya arti kebebasan bagi manusia dan kemerdekaan bagi suatu negara. Kedua hal itu tidaklah datang dengan sendirinya, tetapi harus diperjuangkan bersama, semahal apapun harga yang harus dibayarkan.

Banyak tokoh yang pernah diasingkan di Digoel dan banyak pula diantara mereka ternyata hanya petani dan pedagang yang tidak tahu-menahu soal politik. Mereka didigoelkan hanya lantaran terseret oleh pusaran peristiwa pemberontakan PKI tahun 1926/27 di Banten, Jawa Barat, dan Silungkang, Sumatera Barat. Kebanyakan dari mereka terprovokasi oleh PKI tanpa mengerti apa sesungguhnya yang dimaksud dengan komunisme.

Download di sini dan koleksi buku kontroversial ini. Tetap ingat semboyan kita: membaca dengan KRITIS, KRITIS dengan membaca. GBU

Selamatkan Indonesia!



Bila bangsa Indonesia diibaratkan sebuah rumah di pinggir jalan raya maka olahraga itu bagaikan pagar didepan rumah yang terlihat langsung oleh para pengguna jalan. Pada saat tulisan ini ditulis, bangsa dan pemerintah Indonesia seperti pemilik rumah ditepi jalan tersebut. Akan tetapi, si pemilik rumah punya obsesi aneh. Mereka ingin pagar rumah selalu terlihat bersih, mengkilat dan tidak berdebu. Yang terpenting adalah penampilan sisi depannya, sedangkan yang lain masa bodoh. Sehingga ketika perabotan rumah dicuri orang meski disaksikan langsung oleh pemilik rumah, ia tidak begitu peduli. Si pemilik rumah tidak langsung mengambil tindakan. Ia hanya menjadi penonton seolah tidak ada perlu dikhawatirkan.

Kira-kira begitulah Mohammad Amien Rais lewat bukunya “Agenda mendesak bangsa Selamatkan Indonesia!” mencoba menggambarkan sebuah kontradiksi yang terjadi terhadap bangsa Indonesia. Seolah-olah nasionalisme bangsa ini sudah demikian pudarnya sampai-sampai beliau mengibaratkan bangsa Indonesia sebagai pemilik rumah yang kurang peduli dengan aksi-aksi pencurian terhadap perabotan rumahnya. Pemilik rumah yang hanya peduli dengan penampilan depan tetapi cuek terhadap aksi-aksi orang lain yang merugikan dirinya.

Download e-book di sini

A Brief History of Neoliberalism


Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi politik akhir abad duapuluh, sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif. Buku ini membahas topik neoliberalisme dari perspektif historis.

Download e-book di sini

Calibre Library

SMART E-BOOK ORGANIZER


Menumpuknya koleksi e-book di PC sering menambah kerepotan kita dalam hal penataan agar mudah dicari. Penataan e-book secara manual pasti akan sangat memakan waktu dan tenaga, sehingga software e-book Organizer pasti akan sangat membantu para pecinta buku.

Calibre Library adalah salah satu software yang memudahkan pelabelan dan kategorisasi e-book, dilengkapi dengan tampilan cover yang bisa diupload sendiri. Tampilan softaware ini dapat anda lihat di atas.

Download software di sini, simpan dan nikmati koleksi-koleksi e-book anda dengan bangga.

10/19/10

Demokrasi Kita ala Hatta


Buku ini ditulis dengan maksud untuk mengemukakan fakta-fakta yang terjadi dalam sejarah revolusi Indonesia, sebagai bandingan atas kritik Hatta terhadap presiden Soekarno.

Buku ini juga ditulis untuk menganalisis fakta-fakta serta kesimpulan yang mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi sebagai konsep yang mencerminkan perkembangan revolusi Indonesia yang mempunyai hukumnya sendiri yang disebut dengan "Demokrasi Revolusi".

Download di sini

Free ebook

Enter Your Comment